HIDUP LEBIH BERMAKNA
(Drs. H. AHMAD FANANI, M.H*)
Hidup dan mati dua hal yang pasti manusia melewatinya. Tempat sewaktu hidup bernama dunia dan tempat sesudah mati namanya akhirat. Dunia sifatnya sementara dan akhirat kekal abadi selamanya. Adanya kondisi hidup dan mati atau tempat dunia dan akhirat, hakikatnya agar manusia berkompetensi meraih prestasi salama hidup dan mendapatkan penghargaan setelah kematian.
Dunia sebagai tempat berlaga bagi manusia mengukir prestasi selama hidup. Untuk keperluan itu telah tersedia sarana dan prasarana serta potensi Allah berikan kepada manusia. Allah maha adil menciptakan manusia di dunia ini berbeda beda dalam profesi dan status sosial. Keahlian masing-masing tidak sama satu dengan lainnya. Perbedaan tersebut menjadikan manusia saling memerlukan dan saling melengkapi di antara sesama manusia.
Dalam pandangan agama makna suatu kehidupan tidak mesti terletak pada tingginya status sosial. Makna kehidupan terletak pada manfaat diri seseorang terhadap sesama. Semakin berguna dirinya untuk orang lain semakin tinggi nilai hidupnya. Walau cuma tukang sapu jalanan hidupnya jauh bermakna ketika memfungsikan dirinya. Menyapu jalanan dan menata lingkungan agar tercipta suasana bersih dan sehat, sehingga banyak orang bisa merasakan manfaat dirinya.
Hidup lebih bermakna jika dapat memberikan pertolongan dan meringankan beban orang lain. Sekedar menggugah semangat untuk menjadikan hidup lebih bermakna, Imam Ghazali dalam kitabnya “Mukasyafatul Qulub” menyebutkan cerita pengalaman Ibrahim bin Adham. Saat berjumpa Syaqiq Al-Bulkhi di Makkah, Ibrahim bertanya : “Apa yang membuat Anda sampai ke sini dan dalam kondisi berkecukupan seperti ini?”. Dia menjawab : “Atas izin Allah banyak orang yang bersimpati dan membantuku”.
Syaqiq kemudian mengungkapkan pengalamannya. “Ketika Aku berjalan melewati suatu padang ke padang lain yang sangat luas, Aku melihat seekor burung yang patah kedua sayapnya, tidak berdaya terbang dan hanya berdiam diri di suatu padang. Aku tertarik memperhatikannya untuk mengetahui dari mana ia mendapatkan rezeki sebagai makanannya. Aku duduk tidak jauh dari burung itu dan tiba-tiba Aku melihat seekor burung datang menghampirinya dengan membawa belalang di paruhnya. Ia pun menyuapkan belalang kepada burung yang patah sayap itu”.
Peristiwa ini memberikan pelajaran berharga bagi diriku sendiri ucap Syaqiq Al-Bulkhi. “Betapa burung yang tidak berdaya itu tetap ada rezekinya. Ia bisa mendapatkan rezeki melalui burung lain yang datang membawa makanan atas kemaha murahan Tuhan. Maka Tuhan Yang Maha Pemurah itu, tentu akan memberikan rezeki kepadaku. Atas kuasa-Nya Aku mendapatkan rezeki kapan pun dan di mana pun Aku berada. Sebab itu Aku meninggalkan pekerjaan lalu menyibukkan diri hanya untuk beribadah di sini”.
Ibrahim bin Adham berkata : “Mengapa Anda tidak menjadkan diri Anda seperti burung sehat yang datang membawakan makanan kepada burung yang cacat dan tidak berdaya itu, sehingga Anda menjadi orang yang lebih bermakna? Tidakkah Anda mendengar Nabi Saw bersabda : “Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah”. Tangan yang di atas maksudnya orang yang memberi dan tangan yang di bawah maksudnya orang yang meminta atau orang yang diberi.
Ibrahim melanjutkan pembicaraannya di hadapan Syaqiq. “Di antara tanda orang yang beriman ialah mencari dan memilih yang lebih tinggi dari dua derajat pada segi persoalan yang dia temui. Pilihan tersebut akan menghantarkannya untuk mencapai tempat dan kedudukan yang terbaik”. Mendengar ucapan itu, Syaqiq Al-Bulkhi lalu memegang dan mencium tangan Ibrahim bin Adham seraya berkata : “Anda adalah guru kami, wahai Aba Ishaq”.
Menerima pemberian seseorang bukanlah suatu kehinaan, tetapi memberi sesuatu faedah kepada orang lain jauh lebih mulia. Memberikan materi berupa uang atau harta sehingga berguna bagi kelangsungan hidup seseorang. Menyediakan lapangan pekerjaan sehingga banyak orang bisa bekerja dan dapat memberi nafkah keluarga. Memfasilitasi berbagai kegiatan kemasyarakatan dan dari itu banyak orang mendapat kemudahan beraktivitas. Memperlancar urusan keagamaan agar banyak orang dapat menjalankan agama dengan nyaman. Menjaga keamanan lingkungan yang membuat banyak orang merasa tenteram. Mengajarkan ilmu pengetahuan supaya orang lain merasakan nikmatnya pendidikan.
Terdapat perintah agama yang mengandung isyarat supaya umat gemar menjadi pemberi. Pemberian bisa dalam bentuk materi, tenaga maupun kepandaian. Seperti perintah mengeluarkan zakat untuk orang yang berhak menerimanya, berinfak di jalan Allah, bershadakah terhadap orang yang memerlukan. Memberi hadiah, berwakaf untuk lembaga agama dan menyerahkan hibah. Perintah mengulurkan harta seperti itu berbarengan pula janji Tuhan yang akan menggantikan harta yang keluar dengan ikhlas. Agama sangat menganjurkan agar umat memiliki sifat pemurah dan berjiwa sosial. Begitu pula sebaliknya mencela sifat pelit dan tidak memiliki kepedulian.
Dalam bentuk pemberian tenaga terdapat perintah untuk berjihad di jalan Allah. Kemuliaan orang yang berjihad di jalan Allah akan mendapat pahala besar dan jika mati memperjuangkan agama dia akan memperoleh derajat syahid. Meraih kemuliaan dengan menggunakan jiwa raga untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Berdakwah mensyi’arkan agama ke segenap orang yang mengharapkan bimbingan. Mencurahkan tenaga untuk mewujudkan kemaslahatan masyarakat dan turut mengantisifasi adanya kerusakan. Berpartisipasi melestarikan suasana aman dan tertib juga merupakan bagian dari cara meraih hidup yang lebih bermakna.
Hidup lebih bermakna juga apabila bersedia menularkan keahlian kepada orang lain. Orang yang memiliki keahlian berkewajiban mengajarkannya dan menurut agama berdosa apabila menyembunyikan ilmu. Para pengajar dan pendidik mendapat kedudukan terhormat karena turut serta menyelamatkan orang lain dari kebodohan. Bodoh urusan dunia apalagi bodoh urusan agama. Ilmu yang telah dia ajarkan akan menjadi amal jariyah yang pahalanya terus mengalir karena manfaat ilmu itu.
Dorongan kepada pengajar ilmu dengan janji nabi akan mendapatkan pahala seperti pahalanya orang yang mengamalkan ilmu itu. Dorongan ini terhadap pengajar ilmu agama dan juga pengajar ilmu bermanfaat lainnya. Guru yang mengajarkan membaca Al-Qur’an misalnya, dia mendapatkan pahala yang sama dari bacaan Al-Quran muridnya. Semakin banyak muridnya semakin banyak pula investasi kebaikan yang dia peroleh. Begitu pula pengajar ilmu lain yang bermanfaat bagi peningkatan mutu kehidupan seseorang. Mengajar menjahit, mengajar memasak, mengajar mencuci, mengajar berbisnis, mengajar pertukangan dan sebagainya yang berkaitan bidang kehidupan tentu mempunyai makna tersendiri.
Semoga Allah memberi kemampuan kepada kita dalam menentukan pilihan terbaik. Mampu menggunakan anugerah diri berupa kelebihan harta, kekuatan tenaga dan potensi keahlian yang berguna dan berdaya guna untuk orang lain, keluarga dan diri sendiri sehingga dapat mencapai hidup lebih bermakna.
*Wakil Ketua Pengadilan Agama Kabupaten Kediri